DRI Ringkasan Mingguan : M4-Sept 2019 - Minggu IV September 2019
Publikasi terkini dan peristiwa ekonomi mewarnai pergerakan pasar regional dan domestik dalam satu minggu terakhir. DRI merangkum sejumlah poin utama yang dianggap memengaruhi kinerja pasar, sebagai berikut
- Tema utama minggu lalu terkait dengan perkembangan kebijakan moneter sejumlah bank sentral dunia. Menyusul prospek pertumbuhan dunia yang melambat, dan ketidakpastian dampak perang dagang AS-China, sebagian besar otoritas moneter menerapkan kebijakan moneter yang akomodatif.
- The Fed pada FOMC September 2019 memangkas bunga acuan FFR sebesar 25 bps (seperti yang diprediksi pasar) menjadi 1,75% - 2,00%. Penurunan FFR yang kedua tahun ini ditempuh dengan mempertimbangkan dampak ketidakpastian perang dagang, prospek perlambatan ekonomi global, dan laju inflasi domestik yang stagnan. The Fed menyatakan bahwa ekonomi AS saat ini tumbuh moderat, dan pasar tenaga kerja tumbuh solid. The Fed juga melakukan sedikit perubahan proyeksi sejumlah indikator ekonomi AS untuk tahun 2019. Median pertumbuhan GDP untuk tahun 2019-2022, masing-masing sebesar 2,2%, 2,0%, 1,9%, dan 1,8%. Tingkat pengangguran untuk periode yang sama diproyeksi mencapai 3,7%, 3,7%, 3,8%, dan 3,9%. Indikator PCE inflation diperkirakan masing-masing mencapai 1,5%, 1,9%, 2,0%, dan 2,0%.
- Bank of Japan (BOJ) tetap mempertahankan kebijakan bunga acuannya di level saat ini (-0,1%), sesuai dengan ekspektasi pasar. BOJ juga akan menjaga yields obligasi pemerintah 10 tahun di kisaran nol persen, di samping review perkembangan ekonomi dan inflasi Jepang terkini. Hal ini memicu spekulasi di pasar akan stimulus ekonomi yang lebih ekstensif pada Oktober mendatang.
- RDG Bank Indonesia September 2019 memangkas bunga acuan 7DRR sebesar 25 bps menjadi 5,25%, dengan bunga deposit facility dan lending facility yang juga turun 25 bps menjadi 4,50% dan 6,00%. Penurunan 7DRR ini merupakan yang ketiga di tahun 2019. Kebijakan ini ditempuh untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik, di tengah prospek ekonomi global yang melambat, dampak ketidakpastian perang dagang, risiko geopolitik, serta laju inflasi domestik yang relatif stabil.
- Selain itu, Bank Indonesia melakukan relaksasi kebijakan makroprudensial untuk meningkatkan kapasitas penyaluran kredit perbankan dan mendorong permintaan kredit pelaku usaha, antara lain penyempurnaan pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)/RIM Syariah, dan aturan LTV/FTV. Pada aturan RIM/RIM Syariah komponen pinjaman/pembiayaan yang diterima bank, ditambahkan sebagai komponen sumber pendanaan bank dalam perhitungan RIM/RIM Syariah.
- Bank Indonesia juga melakukan pelonggaran pada Rasio Loan to Value / Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan Properti sebesar 5%, serta Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor pada kisaran 5 sampai 10%. Tambahan keringanan rasio LTV/FTV masing-masing sebesar 5%, kembali diberikan untuk kredit atau pembiayaan properti dan Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor yang berwawasan lingkungan. Kebijakan ini mulai berlaku pada 2 Desember 2019.
- Dari sisi ekonomi China, penjualan retail China tumbuh 7,5% yoy di bulan Agustus 2019, atau lebih lambat dari bulan sebelumnya (+7,6% yoy) dan estimasi pasar (+7,9% yoy). Penjualan retail lesu untuk kelompok produk kendaraan bermotor, perhiasan, dan BBM. Di sektor industri, output produksi China tumbuh melambat dari 4,8% yoy menjadi 4,4% yoy di bulan Agustus 2019 (vs +5,2% yoy konsensus), terutama terjadi pada sektor manufaktur dan pertambangan. Dampak dari perang dagang dan permintaan domestik yang menurun, menjadi penyebabnya. Investasi aset tetap China sepanjang 8 bulan terakhir juga melambat dari 5,7% ytd/y menjadi 5,5% ytd/y, terjadi terutama pada sektor manufaktur dan pertambangan.
- Dari sisi ekonomi Jepang, nilai ekspor dan impor Jepang di bulan Agustus turun masing-masing ke level JPY 6,14 triliun (-8,2% yoy) dan JPY 6,28 triliun (-12,0% yoy). Penurunan ini membuat defisit perdagangan Jepang menyempit dari JPY 250,7 miliar menjadi JPY 136,3 miliar, didorong lesunya permintaan global dan ketidakpastian perang dagang AS-China.
- Dari sisi ekonomi AS, indikator sentimen pengembang perumahan-NAHB Housing Market Index sedikit meningkat dari level 67 ke level 68 di bulan September 2019 (vs level 66 ekspektasi pasar). Keyakinan pebisnis real estat AS relatif stabil, seiring ekspektasi penjualan rumah ke depan yang masih menjanjikan, di tengah suku bunga yang rendah dan permintaan yang solid. Di sektor industri, output industri di bulan Agustus tumbuh 0,6% mom, setelah turun 0,1% di bulan sebelumnya. Pertumbuhan output sektor manufaktur, pertambangan dan utilitas tercatat membaik.
- Pada sektor ketenagakerjaan AS, klaim tunjangan pengangguran mingguan (per 14 September 2019) naik sebanyak 2 ribu aplikasi menjadi 208 ribu aplikasi. Rerata 4 mingguannya sedikit menurun 750 aplikasi menjadi 212.250 aplikasi.
- Lebih lanjut, indikator ekonomi terkini-CEI dan prospek ekonomi-LEI terbitan The Conference Board masing-masing mencapai level 106.4 (+0,3%) dan 112,1 (+0,0%). Trend terkini LEI menunjukkan prospek ekspansi ekonomi AS yang melambat, dengan topangan belanja rumah tangga yang kuat dan pasar tenaga kerja yang solid. Di sektor perumahan AS, penjualan stok rumah (existing home sales) tumbuh 1,3% mom menjadi 5,49 juta unit (vs 5,37 juta unit ekspektasi pasar) di bulan Agustus 2019. Level penjualan ini merupakan yang tertinggi sejak Maret 2018, didorong bunga KPR yang rendah, naiknya pendapatan tenaga kerja, dan kenaikan harga rumah yang melambat.
Minggu I Oktober 2019
Beberapa indikator ekonomi yang perlu dicermati pekan depan antara lain:
- USA: Q2-2019 GDP growth, new and pending home sales, flash Markit PMIs,
- Jepang: flash PMI, inflasi, leading economic index
- EU: flash PMI, business survey and monetary indicators
- UK: CBI’s factory orders and distributive trades
- China: industrial profit
- Indonesia: penjualan motor, pertumbuhan pinjaman dan uang beredar
Photo by jonathan riley on Unsplash